PT BMR Diduga Serobot Lahan Warga, Puluhan Massa Geruduk BPN dan DPRD Kabupaten Bombana
Bombana, Anoa News.com – Kantor Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara digeruduk puluhan orang dari Aliansi Masyarakat Mapila bersama Lingkar Kajian Marhaenis.
Kedatangan Aliansi Masyarakat Mapila bersama Lingkar Kajian Marhaenis untuk menyuarakan adanya dugaan oknum yang terlibat memperjual belikan lahan masyarakat untuk kepentingan lokasi pembangunan pabrik smelter di Kecamatan Kabaena Utara, Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara
Hal itu dibenarkan salah satu jenderal lapangan aksi demonstrasi Umar Maskun saat dimintai keterangannya oleh sejumlah awak media, pada Senin (8/8/2022).
Sebenarnya yang menjadi catatan kami agar mempertegas pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bombana atas keabsahan dari dokumen-dokumen milik perusahaan Bukit Makmur Resources (BMR) yang akan membangun smleter baru di lahan tersebut,” sebut Umar.
Lebih jauh Umar Maskun menyebutkan dugaan adanya penyerobotan lahan masyarakat, sebab masyarakat pemilik lahan merasa dirampas.
“Kami hadir di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bombana dan kantor DPRD untuk menyikapi persolan hak masyarakat dan oleh karena itu kami mempertayakan pihak pertanahan untuk dibuka ke publik agar masyarakat pemilik lahan terang benerang,” tegas Umar.
Maka dari itu pihaknya meminta Badan Pertanahan dan DPRD lebih serius melihat lahan masyarakat yang diduga di serobot oleh pihak perusahaan di Desa Mapila Kecamatan Kabaena Utara.
Utara.Saat di tanya apakah lahan masyarakat di Desa Mapila diduga dilakukan penyerobotan oleh pihak perusahan, Umar menyebutkan bahwa lahan masyarakat yang ada di sana itu jelas milik masyarakat. Adapun proses pemilikan pihak Bukit Makmur Resources (BMR) itu tidak diketahui ujar umar
“Bahwa masyarakat Mapila tidak merasa menjual tanahnya kepada perusahaan tersebut, kenyataanya perusahaan Bukit Makmur Resources (MBR) beraktivitas disana, dan anehnya yang di sertakan dengan dokumen yang jelas. sebab dokumen yang dimiliki Bukit Makmur Resources itu berupa SKT dan SKT itu yang dikeluarkan pihak desa, makanya kita hadir di Badan Pertanahan untuk meminta pihak Badan Pertanahan Kabupaten Bombana untuk turun kelapangan, biar bagaimana pun dengan adayanya riak- riak kami disini bisa di perjelas lahan masyarakat tersebut,” beber dia.
Sejauh ini, sambungnya masyarakat di Desa Mapila yang tinggal sudah turun temurun. apalagi mereka didukung dengan tanaman yang mereka tanam, akan tetapi hari ini lahan mereka yang di tanam diduga sudah dilakukan pengusuran.
Yang jelas pihak perusahaan diduga sudah melakukan pembangunan, maka dari itu intinya kami datang di Badan Pertanahan dan di DPRD kami meminta untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak-pihak terkait, karena sengketa lahan masyarakat dan pihak perusahaan belum terselesaikan sampai hari ini,” ujar Umar
Perlu diketahui sejauh ini lahan yang di klaim oleh PT. BMR dengan menyertakan dokumen pendukungnya masih belum menemukan titik terang. atas keabsahan dari dokumen tersebut, serta belum dapat menjawab semua masalah yang telah di sampaikan oleh masyarakat.
Dengan demikian Aliansi Masyarakat Mapila bersama Lingkar Kajian Marhaenis melihat sikap yang tidak serius oleh pihak-pihak terkait dalam penyelesaian konflik di Desa Mapila.
“Oleh karena itu kami menuntut keras dan meminta kepada BPN Kabupaten Bombana untuk meninjau keabsahan dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Mapila yang telah menghilangkan hak rakyat atas kepemilikan tanahnya. Kami juga meminta pertanggung jawaban BPN Kabupaten Bombana atas hak kepemilikan tanah rakyat yang diduga dirampas oleh oknum Pemerintah Desa Mapila dengan menggunakan regulasi yang tidak jelas dan merugikan masyarakat,” bebernya.
Pihaknya juga meminta kepada DPRD Kabupaten Bombana, melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan konflik lahan di Desa Mapila, serta meminta DPRD Kabupaten Bombana agar betul-betul menjalankan fungsi kontrolnya dalam menangani masalah sengketa lahan di Desa Mapila yang sudah berkepanjangan ini.
“DPRD Kabupaten Bombana agar secepatnya menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak-pihak terkait antara lain Masyarakat, Pemerintah Desa, Rumpun, BPN dan pihak Perusahaan agar terbuka dalam proses jual beli tanah di Desa Mapila karena diduga ada permainan oknum-oknum sehingga hasil penjualan tanah tersebut tidak tepat sasaran kepada pemiliknya,” tuturnya.
Sementara itu pada kesempatan yang sama dihadapan wartawan Kepala Badan Pertanahan Nasioanal Kabupaten Bombana Tageli Lase mengatakan jika sebenarnya ini masalah tanah yang di bebaskan oleh PT BMR, dan dirinya sudah membaca dari pemberitaan sebelumnya.
“Sebab sampai sekarang di kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bombana belum ada laporan bahwa statusnya BMR sudah diberikan di KPR, artinya itu mendapatkan atau memperoleh tanah yang sudah ditentukan. Oleh karena itu bagaimana caranya memperoleh tanah masyarakat satu satunya harusnya di ganti rugi seperti itu jelasnya, tetapi kita melihat di lapangan, kalau tidak salah saya dengar-dengar pihak perusahan BMR sudah menganti rugi pada masyarakat, cuma ada masyarakat lain yang mengklaim milik mereka,” ujar Tageli.
Sementara selaku pihak BPN, ia merasa bingung dengan masalah tersebut, tetapi sesuai dengan kewenangan yang ada di BPN oleh sebab itu bahwa untuk tanah-tanah yang sudah di sertifikatkan itu wajib menuntaskan, sedangkan tanah-tanah yang bersertifikat dan sepanjang ada permintaan untuk di mediasi atau di musyawarahkan pihak BPN akan siap memediasi.
“Namun dengan syarat kedua belah pihak harus bersedia, kalau memang tidak bersedia kita mau bilang apa. Jadi kemungkinan satu-satunya jalan kita akan memangil paksa seseorang untuk hadir agar melaksanakan panggilan,” ucapnya.
Menurutnya dalam aspirasi masyarakat tadi, bahwa pihak BMR sudah mendapatkan tanah, dan sudah dilakukan pembebasan sekitar 50% sesuai laporanya. “Bahkan ini tentu akan di tindak lanjuti sebab BMR akan memohon sertifikat di kantor pertanahan”.
Masih katanya, biasanya pasti melegalkan penguasaan BMR atas tanah itu, tentu akan datang disini dan nantinya kita mempersyaratkan sesuai dengan peraturan yang berlaku apa saja disertakan dalam pengurusan tanah bersertifikat tersebut.
“Akan tetapi itu ada proses pengukuran, pemeriksaan tanah, jadi tidak serta merta berkas atau surat-surat yang diajukan kesini kita langsung sertifikatkan, dan kita harus memastikan obyeknya dan subyeknya, terus hubungan hukumnya dan kita harus memastikan bahwa itu klain dan clear,” imbuhnya.
Pihaknya memberikan saran bila ada masyarakat yang merasa dirugikan silakan menempuh jalur hukum, atau bawa ke Pengadilan, sebab, kata dia terkait pembayaran ganti rugi lahan pihaknya tidak ada kewenangan.
Ditempat terpisah Ketua DPRD Kabupaten Bombana Arsyad menyebutkan secara resmi jika pihaknya sudah menerima aspirasi masyarakat, bahwa memang diduga ada konflik sengketa lahan yang dilakukan perusahaan BMR pada masyarakat.
“Jadi pertama yang kita lakukan adalah memfasilitasi pertemuan itu. Sebab ini kita akan agendakan karena bagaimanapun ini permasalahan masyarakat kita yang ada di Kabupaten Bombana terutama di Desa Mapila. Sebab ini kita agendakan Rapat Dengar Pendapat secepatnya, kemungkinan Senin kita akan lakukan pemangilan semua yang terkait persoalan itu, baik kepala desa, baik camat sampai kepada perusahaan kita akan pangil,” tegas Arsyad.
Ditanya pemangilan kedua belah pihak yang bersengketa itu, Arsyad mengaku jika DPRD berada di pihak masyarakat, tetapi tidak serta merta juga bahwa masyarakat dianggap berada diposisi yang benar.
“Maka dari itu kita butuh pendalaman lagi bagaimana persolan ini, karena memang sejauh ini kita juga DPRD kita pantau dan juga di sana sudah ada pembangunan, makanya kita tidak sangka ada persoalan seperti ini, makanya baru kami dengar polimik seperti ini,” ujarnya.
“Jadi saya pahami ini dan saya dengar kemarin ada laporan laporan secara lisan yang di sampaikan teman-teman yang di Dapil Kabaena Utara bahwa disana sudah dilakukan pembebasan oleh pihak perusahaan, maka hari ini ada sekelompok masyarakat yang sebagian dianggap di korbankan dan itu kita harus dalami,” ungkapnya.
Arsyad juga menyebut jika dilakukan RDP pertemuan dengan pihak-pihak terkait dan masih ditemukan ada permasalahan di sana maka pihaknya akan membicarakan hal itu.
“Makanya kita harus luruskan bahwa disitu bukan proses penambangan. Tetapi di situ adalah pembangunan smelter jadi bukan pergerakan penambangan walaupun pembangunan smelter membutuhkan lahan yang cukup secara maksimal. Maka lahan tersebut yang bersentuhan dengan lahan masyarakat dan pasti perusahaan perusahaan melakukan pendekatan,” sebutnya.
Terpisah hingga berita ini diturunkan pihak perusahaan BMR belum bisa dikonfirmasi terkait perselisihaan tersebut. (Ar)