Kasus Ekstensifikasi Tanaman Kopi Bombana “Mati Suri”, DPD LAKI Minta Kejaksaan Agung Evaluasi Kinerja Kejati Sultra

Kendari, Anoanews.com- Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara terus menjadi sorotan. Salah satu kasus yang hingga kini terkesan stagnan adalah indikasi korupsi pada proyek Ekstensifikasi Tanaman Kopi di Kabupaten Bombana. Kasus ini dilaporkan oleh Dewan Pimpinan Daerah Laskar Anti Korupsi Indonesia (DPD LAKI) Sultra sejak Desember 2023, namun hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
Ketua DPD LAKI Sultra, Mardin Fahrun, mengungkapkan bahwa laporan kasus tersebut awalnya disampaikan ke Kejaksaan Agung RI. Namun, laporan itu dikembalikan ke Kejati Sulawesi Tenggara untuk ditindaklanjuti.
“Laporan kami masuk di Kejaksaan Agung pada Desember 2023, tapi kemudian dikembalikan ke Kejati Sultra. Sampai sekarang, penanganannya belum menunjukkan hasil yang jelas,” ujar Mardin saat ditemui di salah satu warung kopi di Kendari.
Mardin menyebut dirinya sudah beberapa kali mengonfirmasi perkembangan kasus tersebut langsung ke Kejati Sultra. Salah satu penyidik yang menangani kasus itu, berinisial B, mengaku bahwa laporan tersebut baru sampai ke meja kerjanya beberapa waktu lalu.
“Ironisnya, ketika kami mencoba mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejati Sultra, mereka enggan memberikan informasi. Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen Kejati dalam menangani kasus korupsi ini,” tuturnya.
Tak hanya itu, Mardin juga mengaku telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Bombana. Namun, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus di sana menyatakan bahwa kasus tersebut telah dikembalikan ke pihak intelijen di Kejati Sultra.
“Ada sesuatu yang tidak beres. Kasus ini terus dilempar ke sana-sini tanpa ada penyelesaian,” tegasnya.
Sementara itu, upaya konfirmasi dari media kepada Kasipenkum Kejati Sultra, Dody, pada 4 Januari Desember 2025, juga tidak membuahkan hasil. Ketidakhadiran respons ini semakin memperkuat dugaan bahwa kasus tersebut sedang “mati suri”.
Sebagai bentuk protes, Mardin meminta Kejaksaan Agung RI untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Kejati Sultra.
“Kami mendesak Kejaksaan Agung agar mengevaluasi kinerja Kejati Sultra. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat Sultra terhadap Korps Adhyaksa,” pungkasnya.
Mangkraknya penanganan kasus ini turut menuai kritik dari berbagai kalangan, mulai dari praktisi hukum, aktivis, akademisi, hingga tokoh masyarakat Sulawesi Tenggara. Mereka berharap agar Kejati Sultra segera mengambil langkah konkret untuk menuntaskan kasus ini dan membuktikan komitmen dalam pemberantasan korupsi. (**)