Gagal Terwujud Sejak 2021, Proyek Strategis Kolam Retensi Nanga-Nanga Kini Jadi Sumber Nestapa

KENDARI, ANOANEWS.COM — Proyek Kolam Retensi Nanga-Nanga yang digagas sejak 2021 kini nasibnya masih menggantung tanpa kejelasan. Meski berbagai tahapan legal dan administratif telah dilalui, realisasi proyek yang digadang-gadang menjadi solusi banjir dan destinasi wisata serta olahraga bagi warga Kota Kendari ini justru terhenti sejak Maret 2023. Ironisnya, sembilan warga terdampak meninggal dunia dalam masa penantian kompensasi lahan yang tak kunjung dibayarkan.
Proyek kolam retensi ini mencakup area seluas 53,74 hektare dengan 66 orang pemilik lahan terdampak. Sejak awal, warga mendukung penuh pembangunan tersebut dan telah terlibat dalam sejumlah tahapan penting. Mulai dari sosialisasi bersama Balai Wilayah Sungai (BWS), pengukuran dan inventarisasi oleh Satgas, hingga penetapan lokasi (Penlok) yang diteken langsung oleh Gubernur Sultra.
Namun, proses berhenti total sejak Maret 2023. Salah satu hambatan utama muncul dari surat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kendari kepada BWS pada 13 Desember 2022, yang menyebut adanya klaim atas lahan proyek sebagai bagian dari kawasan Seribu milik Pemprov Sultra. Anehnya, klaim tersebut tidak disertai dokumen pendukung yang jelas.
“BWS sudah dua kali menyurati Pemprov Sultra untuk meminta klarifikasi, tapi tak pernah mendapat tanggapan,” ungkap seorang perwakilan warga.
Warga pun melakukan berbagai upaya untuk mendorong kejelasan, termasuk menghadiri rapat resmi lintas instansi. Dalam rapat terakhir yang berlangsung pada Rabu, 5 Februari 2025, tokoh sejarah tanah kawasan Seribu, Drs. H. Ali Akbar, M.Si, menyatakan bahwa:
SK Bupati Dati II Kendari Nomor 79 Tahun 1976 tidak bisa dijadikan dasar kepemilikan.
Lokasi proyek kolam retensi bukan merupakan aset Pemprov Sultra.
Dokumen serah terima tanah eks tapol tahun 1982 menjadi dasar kuat yang menunjukkan bahwa lahan tersebut milik warga.
Bahkan, keberadaan jalur SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang melintasi lokasi proyek dan telah dikompensasi langsung ke warga, menjadi bukti tambahan bahwa tanah itu bukanlah aset pemerintah.
“Seluruh proses Penlok bahkan ditandatangani Gubernur. Tim Satgas dibentuk oleh Pemprov. Jadi, sangat janggal bila kini diklaim sepihak sebagai aset provinsi,” ujar Hj. Husnia Makati, perwakilan warga terdampak.
Kondisi ini memicu keprihatinan dan keresahan mendalam. Warga berharap pergantian pucuk pimpinan di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dapat membawa angin segar bagi kelanjutan proyek.
“Kami hanya ingin keadilan. Kami mendukung pembangunan, tapi jangan abaikan hak kami. Proyek ini bukan sekadar soal tanah, tapi tentang masa depan Kota Kendari yang lebih aman dari banjir, serta memiliki ruang publik dan wisata yang layak,” tambah Hj. Husnia.
Kolam Retensi Nanga-Nanga sejatinya merupakan proyek strategis multiguna—penanggulangan banjir, pengembangan destinasi wisata air, serta penyediaan ruang olahraga masyarakat. Namun tanpa kepastian hukum dan kepemimpinan yang tegas, proyek ini justru meninggalkan luka dan ketidakpastian.
Sudah saatnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hadir dengan solusi konkret. Publik menanti langkah tegas Gubernur baru untuk memutus kebuntuan, menyelesaikan konflik, dan melanjutkan pembangunan demi kepentingan bersama.
Reporter: Redaksi Anoanews.com
Editor: Tim Redaksi