Dewan Pers Mendorong Pemerintah dan DPR untuk Menggodok UU tentang Publisher Rights
Kendari, AnoaNews.com, Dewan Pers (DP) dorong Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengodok dan mengajukan RUU tentang publisher rights (hak publikasi) yakni hak pengolah media dan hak cipta jurnalistik ditengah fenomena menjamurnya dominasi platform digital saat ini, agar dapat berbagi baik secara berita maupun secara ekonomi.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh saat diwawancara oleh awak media usai membuka kegiatan open ceremony seminar dan konvensi dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN), Senin (7/2/2022).
“Jadi banyak agenda yang akhir-akhir ini sangat mendesak dan harus kita rampungkan, kita tidak bisa hanya protas-protes, kalau tidak ada satu payung hukumnya,”ujarnya
Lanjut mantan Mendikbud ini, salah satu payung hukum yang ingin kita dorong sekarang ini adalah yaitu publisher rights yakni hak-hak bagi untuk panjenengan (wartawan) semua, kalau yang sekarang ini platfrom digital itu, yang ambil, ambil, ambil gitu aja toh, dan kita tidak dapat apa-apa.
“Makanya itu dengan publisher rights itu, kita harapkan ada keseimbangan, sumbernya jadi panjenengan berita itu, maka yang platform – platform digital tadi itu, itu juga harus berbagi, mulai dari berbagi beritanya sampai berbagi manfaat ekonomi, itu yang konsep dasar dari publisher rights yang sudah kita siapkan itu,”bebernya.
Lanjut Muhammad Nuh, bahwa bahan-bahan itu sudah kita serahkan, baik melalui Menkominfo maupun ke Menkopolhukam, yang harapannya itu bisa segera digodok, karena kan Dewan Pers dan teman-teman konsituen Dewan Pers tidak punya hak untuk mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU).
“RUU itu kan yang punya hak mengajukan hanya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan dua-duanya sudah kita berikan bahan itu, dan mudah-mudahan segera bisa ditindaklanjuti basis publisher rights itu, bisa dijadikan payung yang memayungi kegiatan teman-teman jurnalis terkait dengan platform-platform digital,”jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa produknya nanti itu adalah Undang-undang, dan paling tidak Peraturan Pemerintah (PP), kalau toh, seandainya UU itu diperkirakan waktu yang lama, paling tidak dalam bentuk PP, sehingga punya payung hukum.
“Kalau kita sekarang itu, itu kan kenapa harus nego dengan saya, loh tidak ada aturannya, kan gitu kan. Tapi kalau ada payungnya, yang nego bukan hanya kawan-kawan jurnalis atau perusahaan media, tetapi pemerintah pun juga. Karena mereka juga akan melaksanakan payung hukum itu, sehingga presurenya ini, tekanannya atau positioning bargaining kita semakin kuat, dan kita ingin menaikkan,”bebernya.
Kata Muhammad Nuh bahwa fenomena platfrom digital ini sudah tidak bisa diatur oleh UU Pers, dan butuh UU baru.
“Undang-undang (UU) Pers kan tahun berapa, kan belum ada fenomena yang sekarang ini, UU Pers itu hanya tentang kemerdekaan Pers, tetapi bisnis dari pers itu kan belum tercakup dengan baik, karena itu kejadiannya tahun 1999,”
“Dan ini fenomena baru, muncul platform digital ini adalah fenomena baru, baru 5 hingga 10 tahun terakhir,”pungkasnya.(**)
sumber:fajar